Kementerian Pertanian mengungkapkan kebutuhan daging sapi nasional pada tahun 2014
diperkirakan akan mengalami kenaikan sekitar 6% dibandingkan dengan tahun
2013 yakni dari 549.000 ton yaitu menjadi
560.000 ton pada tahun 2014. Kenaikan kebutuhan daging nasional ini diakibatkan adanya peningkatan Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia,
United Nations Development Programme pada
tahun 2013 telah mencatat Indeks
Pembangunan Manusia Indonesia pada tahun
2012 mengalami peningkatan yang awalnya pada tahun
2011 hanya sebesar 0,624 menjadi sebesar 0,629. Namun, kenaikan tingkat kebutuhan daging ini tidak diikuti dengan peningkatan produksi daging
sapi di Indonesia. Sehingga untuk memenuhi kekurangan tersebut pemerintah telah banyak melakukan impor
sapi bakalan dan daging sapi dari negara lain.
Untuk mengurangi impor sapi yang terlalu tinggi
yang mengakibatkan menurunnya devisa negara, maka perlu adanya substitusi daging sapi.
Salah satu ternak yang memiliki potensi untuk dijadikan sebagai penghasil daging yaitu kelinci. Kelinci (Oryctolagus cuniculus) merupakan salah satu ternak pseudoruminansia
yang cukup baik dalam produktivitasnya.
Umumnya ternak kelinci dalam satu tahun mampu melahirkan 6 kali
dengan jumlah anak per kelahiran
(litter size) 2-12 ekor, memiliki siklus reproduksi yang pendek
(birahi 4 hari sekali)
dan lama bunting 30-32 hari. Kelinci memiliki bobot hidup yang mencapai
4-6 kg untuk jenis kelinci pedaging.
Selain itu keunggulan lain dari kelinci adalah dalam daging terkandung protein
20,8%, lemak 10,2%, energi metabolis
73 MJ/kg dan rendah kolesterol 0,1%.
Sehingga dalam pengembangannya,
kelinci mempunyai prospek cukup baik dalam menanggulangi masalah kekurangan daging sebagai sumber protein secara terus menerus guna menjamin ketersediaan pangan di tingkat masyarakat. (Rahardjo,
2005).
Ternak kelinci di Indonesia
dari tahun ke tahun mulai mengalami perkembangan yang cukup baik. Dari data statistik Peternakan Indonesia
dapat dilihat populasi kelinci tahun 2009 baru mencapai 834.608 ekor.
Pada tahun
2010 telah terjadi peningkatan sebesar 7,6% yaitu mencapai 898.075 ekor.
Peningkatan ini disebabkan karena masyarakat Indonesia
mulai menyadari bahwa ternak kelinci mampu mencukupi kebutuhan protein
hewani. Sehingga terjadi peningkatan yang
beragam dalam pengembangannya sesuai dengan tujuan produksi yang ingin dicapai, baik ternak kelinci sebagai ternak laboratorium, ternak kesayangan, ternak penghasil kulit/fur dan ternak penghasil daging. Kini sebagian besar ternak kelinci dikenal sebagai ternak penghasil daging (Manshur, 2009). Dalam penyediaan daging nasional kontribusi daging kelinci memang perlu ditingkatkan.
Salah satu peternakan kelinci terbesar yang berada di
daerah Jawa Timur terdapat di Desa Bumiaji Kecamatan Bumiaji Kota Batu.
Kondisi yang mendukung dengan suhu antara 15 sampai 19
derajat celcius sehingga Desa Bumiaji merupakan daerah yang cocok untuk pemeliharaan kelinci. Permintaan daging kelinci yang selalu meningkat, karena daging kelinci merupakan kuliner khas di Kota Batu yang
banyak diolah menjadi sate, bakso,
dan rica-rica.
Desa Bumiaji
yang terletak di Kota Wisata Batu sehingga banyak wisatawan yang datang ke Desa Bumiaji hanya untuk mengetahui manajemen pemeliharaan kelinci maupun untuk membeli kelinci hias sebagai hewan peliharaan.
Namun, pada tahun 2011 hingga sekarang populasi kelinci di Desa Bumiaji terus mengalami penurunan. Penyebab utama penurunan populasi kelinci di Desa Bumiaji yaitu berkurangnya bibit kelinci akibat banyaknya peternak yang menjual indukan kelinci untuk memenuhi kebutuhan hidupnya serta mahalnya kebutuhan pakan akibat minimnya pengetahuan peternak dalam hal teknologi pengolahan bahan pakan ternak yang terbuat dari limbah yang memiliki harga lebih murah
namun memiliki kualitas yang tinggi.
Ampas tahu merupakan salah satu limbah dari pembuatan tahu. Jumlah produksi ampas tahu di dea Bumiaji
sangatlah berlimpah
dan belum dimaksimalkan pemanfaatannya sebagai pakan ternak. Dengan teknologi sederhana yaitu dengan
proses
fermentasi maka keunggulan nilai nutrisi ampas tahu dapat ditingkatkan
sehingga dapat menjadikan bahan pakan pengganti yang lebih murah dan dapat
dijangkau oleh masyarakat. Tujuan utama dari proses fermentasi ini adalah dengan meningkatkan TDN (Totalt Digestible Nutrient) dan dengan mengurangi serat kasar sehingga total nutrisi yang dapat terserap saat proses absorsi nutrisi di organ pencernaan
ternak dapat
bekerja secara maksimal.
Oleh karena itu perlu adanya solusi efektif untuk mengatasi permasalahan tersebut, salah satu cara yang dapat dilakukan yaitu dengan pembuatan pakan pelet kelinci dari pemanfaatan limbah
ampas tahu yang di fermentasi. Pembuatan dan pengolahan pelet ampas tahu ini akan
disesuaikan dengan kebutuhan nutrisi kelinci, agar semua nutrisi tersebut dapat
dimanfaatkan oleh tubuh kelinci dan tidak ada nutrisi yang terbuang. Selain
itu, pelet juga ditambah bahan pakan lain yang memiliki harga murah. Sehingga
harga yang dibutuhkan untuk pembuatan pakan pelet ini tidak terlalu mahal dan
dapat meningkatkan produksi kelinci dan pendapatan peternak di Desa Bumiaji
Kecamatan Bumiaji Kota Batu.