foto

Selasa, 13 Mei 2014

Latar Belakang


Kementerian Pertanian mengungkapkan kebutuhan daging sapi nasional pada tahun 2014 diperkirakan akan mengalami kenaikan sekitar 6% dibandingkan dengan tahun 2013 yakni dari 549.000 ton yaitu menjadi 560.000 ton pada tahun 2014. Kenaikan kebutuhan daging nasional ini diakibatkan adanya peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia, United Nations Development Programme pada tahun 2013 telah mencatat Indeks Pembangunan Manusia Indonesia pada tahun 2012 mengalami peningkatan yang awalnya pada tahun 2011 hanya sebesar 0,624 menjadi sebesar 0,629. Namun, kenaikan tingkat kebutuhan daging ini tidak diikuti dengan peningkatan produksi daging sapi di Indonesia. Sehingga untuk memenuhi kekurangan tersebut pemerintah telah banyak melakukan impor sapi bakalan dan daging sapi dari negara lain.
Untuk mengurangi impor sapi yang terlalu tinggi yang mengakibatkan menurunnya devisa negara, maka perlu adanya substitusi daging sapi. Salah satu ternak yang memiliki potensi untuk dijadikan sebagai penghasil daging yaitu kelinci. Kelinci (Oryctolagus cuniculus) merupakan salah satu ternak pseudoruminansia yang cukup baik dalam produktivitasnya. Umumnya ternak kelinci dalam satu tahun mampu melahirkan 6 kali dengan jumlah anak per kelahiran (litter size) 2-12 ekor, memiliki siklus reproduksi yang pendek (birahi 4 hari sekali) dan lama bunting 30-32 hari. Kelinci memiliki bobot hidup yang mencapai 4-6 kg untuk jenis kelinci pedaging. Selain itu keunggulan lain dari kelinci adalah dalam daging terkandung protein 20,8%, lemak 10,2%, energi metabolis 73 MJ/kg dan rendah kolesterol 0,1%. Sehingga dalam pengembangannya, kelinci mempunyai prospek cukup baik dalam menanggulangi masalah kekurangan daging sebagai sumber protein secara terus menerus guna menjamin ketersediaan pangan di tingkat masyarakat. (Rahardjo, 2005).
Ternak kelinci di Indonesia dari tahun ke tahun mulai mengalami perkembangan yang cukup baik. Dari data statistik Peternakan Indonesia dapat dilihat populasi kelinci tahun 2009 baru mencapai 834.608 ekor. Pada tahun 2010 telah terjadi peningkatan sebesar 7,6% yaitu mencapai 898.075 ekor. Peningkatan ini disebabkan karena masyarakat Indonesia mulai menyadari bahwa ternak kelinci mampu mencukupi kebutuhan protein hewani. Sehingga terjadi peningkatan yang beragam dalam pengembangannya sesuai dengan tujuan produksi yang ingin dicapai, baik ternak kelinci sebagai ternak laboratorium, ternak kesayangan, ternak penghasil kulit/fur dan ternak penghasil daging. Kini sebagian besar ternak kelinci dikenal sebagai ternak penghasil daging (Manshur, 2009). Dalam penyediaan daging nasional kontribusi daging kelinci memang perlu ditingkatkan.
Salah satu peternakan kelinci terbesar yang berada di daerah Jawa Timur terdapat di Desa Bumiaji Kecamatan Bumiaji Kota Batu. Kondisi yang mendukung dengan suhu antara 15 sampai 19 derajat celcius sehingga Desa Bumiaji merupakan daerah yang cocok untuk pemeliharaan kelinci. Permintaan daging kelinci yang selalu meningkat, karena daging kelinci merupakan kuliner khas di Kota Batu yang banyak diolah menjadi sate, bakso, dan rica-rica. Desa Bumiaji yang terletak di Kota Wisata Batu sehingga banyak wisatawan yang datang ke Desa Bumiaji hanya untuk mengetahui manajemen pemeliharaan kelinci maupun untuk membeli kelinci hias sebagai hewan peliharaan.
Namun, pada tahun 2011 hingga sekarang populasi kelinci di Desa Bumiaji terus mengalami penurunan. Penyebab utama penurunan populasi kelinci di Desa Bumiaji yaitu berkurangnya bibit kelinci akibat banyaknya peternak yang menjual indukan kelinci untuk memenuhi kebutuhan hidupnya serta mahalnya kebutuhan pakan akibat minimnya pengetahuan peternak dalam hal teknologi pengolahan bahan pakan ternak yang terbuat dari limbah yang memiliki harga lebih murah namun memiliki kualitas yang tinggi.
Ampas tahu merupakan salah satu limbah dari pembuatan tahu. Jumlah produksi ampas tahu di dea Bumiaji sangatlah berlimpah dan belum dimaksimalkan pemanfaatannya sebagai pakan ternak. Dengan teknologi sederhana yaitu dengan proses fermentasi maka keunggulan nilai nutrisi ampas tahu dapat ditingkatkan sehingga dapat menjadikan bahan pakan pengganti yang lebih murah dan dapat dijangkau oleh masyarakat. Tujuan utama dari proses fermentasi ini adalah dengan meningkatkan TDN (Totalt Digestible Nutrient) dan dengan mengurangi serat kasar sehingga total nutrisi yang dapat terserap saat proses absorsi nutrisi di organ pencernaan ternak dapat bekerja secara maksimal.
Oleh karena itu perlu adanya solusi efektif untuk mengatasi permasalahan tersebut, salah satu cara yang dapat dilakukan yaitu dengan pembuatan pakan pelet kelinci dari pemanfaatan limbah ampas tahu yang di fermentasi. Pembuatan dan pengolahan pelet ampas tahu ini akan disesuaikan dengan kebutuhan nutrisi kelinci, agar semua nutrisi tersebut dapat dimanfaatkan oleh tubuh kelinci dan tidak ada nutrisi yang terbuang. Selain itu, pelet juga ditambah bahan pakan lain yang memiliki harga murah. Sehingga harga yang dibutuhkan untuk pembuatan pakan pelet ini tidak terlalu mahal dan dapat meningkatkan produksi kelinci dan pendapatan peternak di Desa Bumiaji Kecamatan Bumiaji Kota Batu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar